KETAHANAN PANGAN DESA WAILAU KECAMATAN SANANA

 

Kabupaten Kepulauan Sula adalah salah satu wilayah di Provinsi Maluku Utara. Kabupaten ini secara resmi dibentuk berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2003 sebagai pemekaran dari Kabupaten Maluku Utara (waktu itu struktur provinsinya masih berkembang).

Secara geografis, wilayahnya terdiri atas beberapa pulau utama, yaitu:

·       Pulau Sulabesi 

       ·       Pulau Mangoli

 

🏛️ Sejarah Singkat

Wilayah Kepulauan Sula telah dihuni sejak masa kerajaan-kerajaan lokal di Maluku. Dalam catatan sejarah, kepulauan ini memiliki hubungan dengan Kesultanan Ternate dan Tidore, terutama dalam bidang perdagangan rempah, pelayaran, dan budaya Islam. 

 Pada masa kolonial Belanda, Kepulauan Sula menjadi bagian dari wilayah administratif Maluku. Setelah Indonesia merdeka, wilayah ini mengalami beberapa kali perubahan administrasi sebelum akhirnya menjadi kabupaten tersendiri di Maluku Utara.

 

🌿 Kondisi Sosial Budaya

·   Masyarakatnya terdiri dari berbagai suku lokal seperti Sula, Mange, dan Fagudu

·     Bahasa daerah utama adalah Bahasa Sula dan Bahasa Mangole.

 ·      Budaya Islam sangat dominan, tetapi terdapat pula keberagaman kepercayaan lokal

  ·     Tradisi seperti Falahu, Legu Dou, dan upacara adat pernikahan serta panen masih lestari.

 

Ekonomi & Potensi

Sebelum berdiri sebagai kabupaten, ekonomi kepulauan ini bertumpu pada:

 ·       perikanan

 ·   pertanian (kelapa, cengkih, pala, sagu)

·     perkebunan

Saat ini potensi sektor pariwisata bahari juga dikembangkan karena kepulauan ini memiliki pantai alami, pulau-pulau kecil, dan ekosistem laut yang kaya.

Pada sektor pertanian di Kabupaten Kepulauan Sula khususnya di Desa Wailau Kecamatan Sanana. Pertanian yang di kelola saat ini oleh masyarakat setempat yaitu penanaman tomat.

 

 

 Penanaman tomat di Desa Wailau menjadi salah satu strategi penting yang dijalankan kelompok tani setempat untuk memperkuat ketahanan pangan desa. Selama beberapa tahun terakhir, masyarakat mulai menyadari bahwa diversifikasi pangan lokal—terutama melalui pemanfaatan lahan pekarangan maupun kebun— dapat mengurangi ketergantungan pada pasokan dari luar daerah.

Desa Wailau memiliki kondisi iklim dan tanah yang mendukung budidaya tanaman hortikultura, termasuk tomat. Ketersediaan lahan tidur dan minat masyarakat mendorong kelompok tani untuk memulai program penanaman tomat secara terorganisir. Inisiatif ini juga menjadi jawaban atas fluktuasi harga pangan dan kebutuhan akan sumber sayuran segar di tingkat lokal. Ada beberapa alasan praktis dan ekonomis mengapa banyak petani, termasuk di Desa Wailau, lebih memilih menanam tomat dibanding tanaman lain:

 

1. Permintaan Pasar Tinggi

Tomat adalah bahan dapur yang dibutuhkan setiap hari oleh rumah tangga, pedagang makanan, hingga restoran. Permintaan yang stabil membuat peluang penjualannya lebih menjanjikan.

 

2. Harga Jual Menguntungkan

Harga tomat cenderung kompetitif. Saat panen raya, bisa turun, tetapi diluar musim atau ketika pasokan sedikit, harga bisa melonjak dan memberikan keuntungan besar

 

3. Masa Tanam Relatif Singkat

Tomat bisa dipanen dalam waktu 2–3 bulan setelah tanam, sehingga modal lebih cepat kembali dan perputaran usaha lebih singkat dibanding tanaman jangka panjang.

 

 4. Cocok dengan Kondisi Iklim dan Tanah

Banyak wilayah, termasuk Desa Wailau, memiliki tanah subur dan iklim yang mendukung penanaman tomat tanpa perlu teknologi tinggi.

 

5. Bisa Ditanam di Lahan Kecil

Tomat bisa dibudidayakan di pekarangan, lahan sempit, atau kebun terbuka. Ini cocok untuk petani dengan keterbatasan lahan.

 

6. Peluang Olahan Pascapanen

Tomat bisa diolah menjadi saus, sambal, atau dijual ke industri rumahan, sehingga memberi nilai tambah.

 

7. Dukungan Bibit dan Teknologi Tersedia

Bibit unggul, pupuk, serta metode budidaya tomat lebih mudah diakses dibanding tanaman komoditas lain.

 

8. Menyokong Ketahanan Pangan

Selain untuk dijual, tomat juga bisa langsung dikonsumsi oleh keluarga petani, mendukung gizi dan ketahanan pangan lokal.

 

Oleh karena beberapa pertimbangan inilah maka banyak petani khususnya di Desa Wailau lebih memilih menanam tomat dari pada menanam tanaman yang lain. Walaupun masih banyak yang menanam tanaman lain namun tidak sebanyak tanaman tomat saat ini.

 

 

Peran Kelompok Tani

Kelompok tani Wailau menjadi motor penggerak kegiatan ini melalui beberapa langkah strategis:

 ·       Pengadaan bibit unggul yang tahan terhadap hama dan penyakit.

 ·       Pelatihan budidaya tomat, mulai dari pengolahan tanah, penanaman, hingga panen

 ·       Pembagian tugas dan lahan antar anggota untuk memastikan pemerataan hasil.

 ·      Kerjasama dengan pemerintah desa dalam  penyediaan  pupuk  dan  alat pertanian.

 

Melalui gotong royong dan pendampingan teknis, para petani dapat meningkatkan  keterampilan sekaligus produktivitas tanaman.

 

Manfaat Ekonomi dan Sosial

Program penanaman tomat memberikan dampak nyata bagi masyarakat:

·       Ketahanan pangan keluarga meningkat, karena tomat tersedia untuk konsumsi harian.

·       Pendapatan tambahan, hasil panen dijual ke pasar lokal maupun antar desa.

·       Penciptaan lapangan kerja musiman, khususnya pada masa tanam dan panen.

·       Pemberdayaan perempuan   dan   pemuda melalui keterlibatan dalam pengolahan hasil 

      panen.

Selain itu, kemandirian pangan desa semakin kuat karena pasokan sayuran tidak lagi bergantung sepenuhnya pada pedagang luar.

 

Tantangan yang Dihadapi

Walaupun hasilnya positif, kegiatan ini masih menemui beberapa kendala seperti:

·       Serangan hama di musim tertentu

·       Keterbatasan sarana irigasi

·       Akses pasar yang belum stabil

·       Kurangnya fasilitas penyimpanan hasil panen

Namun, kelompok tani terus mencari solusi melalui pendampingan teknis dan kerja sama dengan instansi terkait.

 

 

Anggaran yang di Butuhkan

Total anggaran yang digunakan dalam kegiatan budidaya tanaman tomat oleh kelompok tani Desa Wailau adalah sebesar Rp 209.131.000. Dan dana ini diperoleh dari anggaran desa tahun 2025. Dana tersebut dialokasikan untuk berbagai keperluan operasional, mulai dari persiapan lahan, penyediaan sarana produksi, tenaga kerja, hingga biaya pascapanen dan administrasi kelompok. Penggunaan anggaran tersebut mencakup pembelian benih, pupuk, pestisida, mulsa, peralatan pertanian, sarana irigasi, serta kebutuhan pendukung seperti konsumsi lapangan, transportasi, dan penguatan kelembagaan. Selain itu, sebagian dana digunakan untuk pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan tanaman, serta proses panen dan pemasaran hasil panen. Secara keseluruhan, pengelolaan keuangan dilaksanakan secara transparan dan tercatat sesuai kebutuhan kegiatan kelompok. Jumlah total Rp 209.131.000 telah dimanfaatkan untuk mendukung kelancaran produksi tomat dari tahap awal hingga akhir musim tanam.

 

 

 

Penutup

Penanaman tomat di Desa Wailau bukan sekadar aktivitas pertanian, tetapi langkah nyata dalam memperkuat ketahanan pangan lokal. Melalui kolaborasi anggota kelompok tani dan dukungan pemerintah desa, program ini berpotensi menjadi contoh praktik baik bagi desa-desa lain. Dengan pengelolaan berkelanjutan dan dukungan fasilitas, tomat dapat menjadi komoditas unggulan yang mendukung kesejahteraan masyarakat Desa Wailau.

Tim Penyusun :

1.     Faujia Buamona (Koordinator Kecamatan)

2.    Marjuki Tidore

3.    Risna Husaleka

 

Pengarah : TIM TENAGA AHLI (TA) KABUPATEN KEPULAUAN SULA


Comments

Popular posts from this blog

Pustu Desa Pastabulu Kecamatan Mangoli Utara